Kamis, 12 November 2009

makna hari raya idul adha

Di zaman Nabi Adam AS, qurban dijadikan batu ujian dalam menyelesaikan 'sengketa' dua bersaudara, Habil dan Qabil. Dan qurban yang diterima adalah qurban-nya Habil, karena Habil mengurbankan hewan yang terbaik dengan hati tulus ikhlas. Sementara Qabil, berkurban karena dilandasi ingin mengalahkan saudaranya Habil dan demi kepentingan dirinya pribadi. Allah menerima perwujudan qurban Habil. Peristiwa ini mengisyaratkan untuk memberikan yang terbaik dan melandasinya dengan keikhlasan hati.

Di masa Nabi Ibrahim AS, Allah memerintahkan kepada beliau untuk mengurbankan anaknya terkasih Ismail AS. Tanpa ragu, dan setelah mendapat persetujuan langsung dari Ismail AS, prosesi qurban dilaksanakan. Saat pedang yang sangat tajam telah diletakkan di tenggorokan Ismail dan prosesi qurban akan dimulai, Allah SWT menggantinya seketika dengan seekor hewan qurban yang gemuk. Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, lulus dari ujian cinta dan keterikatan duniawi. Cinta kepada Allah, ketaatan dan pengabdian kepada Allah SWT diletakkan segalanya di atas cinta kepada apa pun dan siapa pun juga di dunia ini. Allah SWT menjadi muara awal dan akhir kehidupan. Ini menjadi salah satu hikmah dari peristiwa ini.

Nabi Muhammad SAW, setiap hari Idul Adha membeli 2 ekor domba gemuk, bertanduk dan berbulu putih bersih. Setelah mengimami sholat dan berkhutbah, beliau melaksanakan sendiri prosesi qurban. Saat domba pertama dibaringkan untuk disembelih, beliau berkata "Ya Allah, terimalah ini dari Muhammad dan ummat Muhammad", lalu menyembelih hewan itu. Kemudian mengambil domba satunya, membaringkannya dan berdoa "Ya Allah, terimalah ini dari umatku yang tidak mampu ber-qurban".(HR Ahmad, Ibnu Majah, Abu Dawud, Al-Turmudzi, dan lain-lain). Sebagian daging untuk Rasulullah dan keluarga beliau, sedangkan sisanya semuanya dibagikan kepada orang-orang miskin. Melalui ibadah qurban, Baginda Nabi Muhammad SAW mendidikdan mengisyaratkan kepada kita semua, agar memperhatikan, peduli, dan mau berbagi kepada sesama manusia, terlebih lagi kepada yang hidupnya dalam kesempitan, lara papa.

Secara harfiyah, qurban berasal dari kata qarraba yuqarribu, yang bermakna "mendekatkan". Makna "mendekatkan" dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan melaksanakan segala syariat dan perintah-Nya, dan dengan mendekatkan diri kepada sesama manusia terkhusus lagi kepada mereka yang sengsara.

Berbeda dengan ritual persembahan pada agama lain, dalam Islam daging qurban bukanlah untuk Tuhan. Allah SWT tidak makan dan minum. Daging qurban, sebagian dinikmati oleh pelaku qurban, dan sebagian besar lainnya ditujukan untuk fakir miskin. Tidak sekerat daging pun diberikan kepada Tuhan YME.

"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik". (Al Hajj [22]: 37).

Artinya, bukan daging dan darah hewan qurban yang sampai ke hadirat Allah, melainkan ketaqwaan, ketaatan dan keikhlasan niat pelaku qurban yang akan mendapat keridhoan dari Allah SWT.

Lalu, bagaimana menghayati makna Idul Qurban dalam kehidupan kita?

Menjadikan Allah SWT sebagai tujuan awal dan akhir kita, serta mewujudkan rasa taqwa, cinta dan kasih itu ke dalam kehidupan nyata, kepada alam semesta dan sesama manusia, dapat menjadi perwujudan nyata dari karakter yang dibangun oleh semangat dan jiwa qurban ini.